Kamis, 21 Oktober 2010

FILSAFAT DAN SEJARAH ISLAM

FILSAFAT DAN SEJARAH ISLAM
Definisi Filsafat islam dan Sejarahnya Ahlus Sunnah wal Jamaah selalu bersikap adil walaupun terhadap musuhnya. Salah satu sikap adil yang ada pada mereka ialah tidak menghukumi satu permasalahan kecuali dengan data dan hujjah. Data yang dimaksud di sini ialah bukti-bukti lahir dan berita yang shadiq (jujur), atau tsiqah (terpecaya). Atas dasar data inilah kemudian diadakan penilaian dengan hujah (dalil Al Qur'an dan Al Hadits). Dalam rangka mengikuti jejak Ahlus Sunnah Wal Jamaah ini kita perlu tahu apa itu filsafat menurut para ahli filsafat dan juga menurut Ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Dan untuk melengkapi data tersebut harus pula kita ketahui sejarah filsafat ini. Dalam hal definisi filsafat, Ibnu Qayim rahimahullah menerangkan : "Makna filsafat itu ialah kecintaan kepada hikmah dan filosof arti asalnya ialah pecinta hikmah, berasal dari kata fila artinya pecinta. Dan kata sofa artinya hikmah." (Ighatsatul Lahafa Ibnu Qayim, jilid 2 hal. 668) Selanjutnya beliau menerangkan : "Sesungguhnya kaum filosof itu secara tematik artinya ialah siapa saja yang mencintai hikmah dan lebih mengutamakannya. Dan akhirnya jadilah ia dalam pengertian orang banyak sebagai nama yang khusus bagi siapa saja yang keluar dari agama para Nabi dan tidak berpendapat kecuali dengan segala sesuatu yang mencocoki akal pikiran mereka. Dan lebih khusus lagi dari pengertian ini ialah sebagaimana menurut pengertian orang-orang belakangan bahwa kaum filosof itu ialah para pengikut pemahaman Aristoteles, khususnya para pengikut teori evolusi. Yaitu aliran yang telah disajikan pemahamannya dengan ringkas dan jelas oleh Ibnu Sina dan dibela dengan kuat olehnya. Dan pemahaman inilah yang dikenal oleh para ahli ilmu kalam belakangan dan tidak dikenal pemahaman ini selain oleh mereka. Mereka ini adalah aliran yang ganjil di kalangan berbagai alian filsafat, teori-teori mereka asing di hadapan berbagai teori kaum filosof yang lainnya, sehingga dikatakan bahwasannya tidak ada dari kalangan filosof yang berpendapat bahwa berbagai planet ini tidak berpemulaan (yakni tidak ada yang menciptakan, pent.) kecuali Aristoteles dan para pengikutnya, dan dia adalah sebagaimana diketahui adalah orang yang pertama kali berpendapat bahwa alam ini tidak berpemulaan.
Sedangkan tokoh-tokoh filsafat sebelumnya berpendapat bahwa alam ini berpemulaan (yakni asalanya tidak ada kemudian ada, pent.). Mereka juga meyakini adanya pencipta yang berbeda dari alam ini dan pencipta itu berada di atas alam ini dan di atas langit dengan Dzat-Nya, sebagaimana hal ini diceritakan oleh orang-orang yang paling tahu berbagai teori kaum filosof di jamannya ialah Abdul Wahid bin Rusydin dalam kitabnya Manahijul Adillah." Kemudian Ibnu Qayim rahimahullah menerangkan lebih lanjut tentang siapa Aristoteles ini : "Dia adalah seorang musyrik penyembah berhala dan berbagai teorinya tentang ketuhanan salah semua dari awal sampai akhirnya. Sesungguhnya segenap teorinya ini telah dibantah oleh berbagai kelompok yang ada di kalangan kaum Muslimin, bahkan Jahmiyah, Mu'tazilah, Qadariyah, Rafidlah dan filosof Islam mengingkari berbagai teori Aristoteles tersebut dan memang teorinya tentang ketuhanan menggelikan orang-orang yang berakal. Ia mengingkari keyakinan bahwa Allah mengetahui segala yang ada dan dia meyakini demikian beralasan dengan pemahamannya bahwa Allah mengetahui sesuatu berarti Dia sempurna dengan pengetahuan-Nya dan tidak sempurna pada Dzat-Nya dan berarti pula Dia akan ditimpa capek dan penat dalam mencapai berbagai pengetahuan itu. Demikianlah ujung pemikiran penggagas dan guru besar teori ini. Hal ini telah diceritakan oleh Abdul Barkat dan beliau telah dengan kuat membantah dan menggugurkan berbagai argumentasi Aristo ini. Maka sesungguhnya hakikat yang diyakini oleh penggagas pemikiran ini dan para pengikutnya ialah : Kufur (pengingkaran) kepada Allah Ta'ala, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan hari akhirat. Dan para pengikutnya dari kalangan atheis menempuh jalan pikirannya yaitu orang-orang yang berkedok sebagai pengikut Rasul.
Aristoteles adalah peletak dasar pertama berbagai pemikiran atheisme yang datang sesudahnya. Para pengikutnya mengagungkannya lebih daripada pengagungan yang diberikan kepada para Nabi dan mereka berpandangan bahwa apa yang datang dari para Nabi harus diuji kebenarannya dengan omongan Aristoteles, maka bila omongan para Nabi itu mencocoki omongan Aristo, mereka pun menerimanya dan apa yang menyelisishi omongannya ditolaklah omongan
para Nabi tersebut. Mereka menamai Aristoteles esbagai penggagas atau guru pertama karena dialah orang pertama yang meletakkan teori-teori mantiq. Aristoteles dan pengikutnya beranggapan bahwa mantiq adalah patokan untuk menimbang benar salahnya makna-makna kalimat.
Para peneliti Islam (dari kalangan ulamanya) telah menerangkan rusaknya mantiq ini dan bengkoknya. Juga ia dapat merusakkan akal dan merendahkan pikiran. Para ulama yang membantah ilmu ini telah menulis berbagai bantahan dan bukti terusakannya dalam banyak buku. Dan orang terakhir yang menulis buku sedemikian ini (menurut pengetahuan Ibnu Qayim, pent.) adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau telah menulis bantahan terhadap ilmu mantiq dalam dua kitab, yang satu besar (yaitu Dar'u Ta'arudlil Aqli wan Naqli, pent.) dan yang satunya lagi kecil (yaitu Ar Raddu alal Mantiqiyyin, pent.). Beliau menerangkan padanya berbagai kontradiksi yang ada pada teori-teori mantiq dan rusaknya banyak teori-teori ilmu ini. Juga aku (yakni Ibnu Qayim, pent.) melihat kitab bantahan terhadap ilmu ini yang ditulis oleh Abu Said As Sirafi.
Demikian, sesungguhnya bahwa setiap segenap kaum atheis mengembangkan pemahamannya dengan pengaruh teori-teori guru pertama ini, sehingga berlanjutnya taqlid mereka dengan guru kedua bagi mereka, yaitu Abu Nashr Al Farabi. Dia meletakkan bagi mereka berbagai teori tentang suara, sebagaimana guru pertama telah meletakkan bagi mereka teori-teori tentang huruf. Kemudian Al Farabi berbicara tentang mantiq dalam lingkup yang lebih luas lagi, dia menguraikannya dan menjelaskan filsafat Aristoteles dan menatanya kembali, dan dia menumpahkan segala kesungguhannya dalam misinya ini. Dan dia menjalankan pemahaman pendahulunya (yakni Aristo, pent.) yaitu kufur kepada Allah Ta'ala, dan Malaikat-Nya, dan Kitab-Nya, dan para Rasul-Nya, dan hari akhirat. Sehingga dalam pandangan mereka, setiap filosof bila tidak bersikap demikian (yakni bersikap kufur kepada Allah dan lain-lain, pent.), berarti dia bukan filosof yang hakiki . " Demikian Ibnu Qayim menjelaskan.
Beliau melengkapi lagi penjelasannya sebagai berikut : "Kaum filosof itu tidak hanya ada pada satu umat tertentu, bahkan mereka itu ada pada segenap umat. Walaupun yang paling banyak dikenal oleh banyak orang dalam perkara filsafat ini ialah berbagai teori para filosof Yunani. Padahal mereka ini adalah sekelompok dari berbagai kelompok filosof, dan mereka adalah satu bangsa dari berbagai bangsa, mereka mempunyai kerajaan dan raja-raja, dan ulama mereka ialah para filosof mereka . Termasuk raja-raja mereka ialah Iskandar Al Maqduni, dia putra Philipus. Bukanlah ia Iskandar Dzul Qarnain yang dikisahkan oleh Allah dalam Al Qur'an. Bahkan antara dua Iskandar ini ada jarak masa sekian banyak abad, dan antara keduanya ada perbedaan agama yang sangat besar. Dzul Qarnain adalah orang yang shalih muwahid (bertauhid) kepada Allah Ta'ala, beriman kepada Allah Ta'ala dan para Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya dan hari akhir. Beliau memerangi para penyembah berhala dan melakukan perjalanan jihad ke timur dan barat bumi. Beliau pula yang membanguin tembok penghalang antara tempat manusia dan tempat Ya'juj wa Ma'juj. Adapun Iskandar Al Maqduni adalah seorang musyrik penyembah berhala begitu pula segenap rakyatnya. Hidupnya sekitar sekitar seribu enam ratus tahun sebelum Isa Al Masih alaihis salam dan orang-orang Nashara memasukkan ia dalam penanggalan mereka. Dan Aristoteles adalah menteri kabinet kerajaannya yang juga seorang musyrik penyembah berhala. Dia pula yang menyerang Daran bin Daran raja Persia sampai ke dalam istananya dan menghancurkan singgasananya dan mencerai-beraikannya, kemudian dia masuk menyerang Cina dan India serta negeri Turki sambil membunuh dan merampas. Bangsa Yunani pada masa pemerintahannya memperoleh kemegahan dan kerajaannya dengan sebab menterinya, yaitu Aristo yang juga sebagai penasehatnya dan kepala pemerintahan kerajaannya. Setelah Iskandar Al Maqduni ini, negara Yunani dipimpin oleh raja-raja bergelar Batlomeos sebagaimana Persi dipimpin oleh Kisra dan Romawi dipimpin Qaishar. Kemudian setelah itu mereka dikalahkan oleh Romawi dan kerajaan mereka diduduki oleh Romawi sehingga bangsa Yunani menjadi rakyat kerajaan Romawi dan hancurlah kerajaan Yunani sehingga menjadi satu dengan kerajaan Romawi. Mereka juga tetap di atas kemusyrikan
penyembahan berhala sebagai agama negara. Pernah juga dari orang-oranga Yunani musyrikin tampil orang yang bernama Sokrates, salah seorang murid Phitagoras. Semula dia adalah sama dengan mereka, yaitu penyembah berhala, tapi setelah itu Sokrates menyatakan penentangannya terhadap penyembahan berhala yang ada di kalangan mereka. Dia menantang para tokoh mereka dengan berbagai dalil argumentasi yang menunjukkan kebatilan penyembahan terhadap berhala. Maka bangkitlah masyarakat menentangnya dan mereka memaksa raja untuk membunuhnya. Sehingga raja pun memenjarakannya agar menenangkan mereka dari tantangan Sokrates. Tetapi kaum musyrikin tidak akan puas kecuali bila raja membunuhnya. Maka raja pun karena takut dari mereka, meminumkan racun kepada Sokrates hingga ia terbunuh setelah terjadi berbagai perdebatan yang panjang antara dia dan kaum musyrikin itu. Pendiriannya tentang sifat-sifat Allah mendekati pendirian kaum Mukminin yang menetapkan adanya sifat-sifat kemuliaan itu. Dia menyatakan : 'Sesungguhnya Ia adalah Tuhan segala sesuatu dan Penciptanya, dan Penentunya juga. Dan Ia adalah Dzat Yang Maha Perkasa. Dia tidak mungkin dikalahkan. Dia mempunyai sifat Hakim dalam perbuatan-Nya dan pengaturan-Nya.' Sokrates menyatakan pula bahwa Tuhan itu adalah Dzat yang ilmu-Nya, kekuasaan-Nya, wujud-Nya, dan hikmah-Nya tidak terbatas yang akal tidak mungkin mampu menerangkan batas berbagai sifat kemuliaan-Nya itu."
Demikian Ibnul Qayim menerangkan tentang berbagai pemahaman Sokrates. Kemudian beliau memberikan penilaian terhadapnya sebagai berikut : "Omongannya tentang hari kebangkitan dan tentang sifat-sifat Allah serta tentang permulaan alam ini lebih dekat kepada omongnnya para Nabi daripada omongan para filoosof lainnya. Secara keseluruhannya, Sokrates adalah filosof yang paling dekat kepada sikap membenarkan para Rasul, dan karena inilah dia dibunuh oleh kaumnya."
Di sini Ibnul Qayim menegaskan bahwa sebelum Aristoteles, pernah muncul di kalangan Yunani tokoh filosof yang lebih mendekati apa yang disampaikan para Nabi dan Rasul dari Allah subhanahu wa ta'ala. Ia adalah
Sokrates dan kemudian muridnya bernama Plato. Tetapi kemudian Sokrates dibunuh, sedangkan Plato tidak seagresif gurunya dalam membantah penyembahan berhala sehingga muncullah darinya seorang murid yang durhaka bernama Aristoteles. Ia membantah Plato dahn Sokrates dalam banyak hal serta membela penyembahan berhala sehingga dengan itu dia sangat diagungkan kaumnya. Sehingga yang dikenang dari Yunani kuno adalah warisan agama Aristoteles, sedangkan pemahaman Sokrates dan Plato larut dalam kuatnya arus pengaruh Aristoteles yang mendominasi filsafat Yunani dan para filosofnya. Inilah sesungguhnya dasar filsafat Barat yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh kaum Muslimin sehingga membangkitkan semangat ahlul bid'ah di kalangan Muslimin untuk menyerang aqidah Islamiyah khususnya dan menyerang pemahaman Salafus Shalih terhadap Al Qur'an dan Al Hadits, bahkan berusaha pula untuk meruntuhkan keduanya secara keseluruhan dari keimanan kaum Muslimin kepada keduanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar